Jumat, 30 Desember 2011

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 8)

Nurul. Amaliah, 3A16, 10209976
            
Tukang Becak Dan Kuntilanak

Malam yang dingin. Seorang tukang becak menyun karena gak dapat penumpang dari sore. Akhirnya si tukang becak memutuskan untuk pulang.  Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba muncul seorang wanita berambut panjang memanggilnya. "Wah, penumpang nih," pikir si tukang becak. Akhirnya wanita itu naik.

Tukang becak: "Mau kemana, dik?"
"Jalan aja pak, nanti saya beritau" jawab wanita itu datar.
Ketika sampai di dekat kuburan, Tiba-tiba menyuruh becak berhenti. “Stop, bang...”,katanya.

Pada saat si wanita turun, tukang becak melihat ternyata kaki wanita berambut panjang itu tidak menyentuh tanah. Serta merta si tukang becak berkata sambil mengigil : "Hiiii....Kuntilanakkkkkkkkk......"

Dengan spontan wanita itu melirik sinis ke arah si tukang becak : "Biarin…daripada lu, tukang becak!"

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 9)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976

Robot Detektor Kebohongan

Maman adalah seorang genius, profesor pintar yang berhasil menciptakan sebuah robot canggih, yang memiliki kemampuan mendeteksi kebohongan apapun yang dikatakan oleh manusia. Si Robot akan menampar siapapun yang mengucapkan kebohongan. Dengan bangga, Maman membawa robot itu kerumah untuk dipamerkan pada anak dan istrinya.  Maman menunggu anaknya pulang untuk memperlihatkan hasil karyanya yang tercanggih itu.

Tetapi, anaknya tak kunjung pulang. Setelah sekian lama, baru sore hari lah si anak pulang.

"Asep, kamu dari mana? kok jam segini baru pulang” tanya si Maman
"Ada pelajaran tambahan pap" jawab Asep, sang anak.

*PLAK!!!* Sang Robot menampar si anak dengan keras.

"Asep, ini adalah robot ciptaan papap, dia akan menampar siapapun yang berbohong!
Sekarang katakan dengan jujur, kenapa kamu pulang telat ??!"
"Maaf pap.... aku habis menonton film di rumah teman"

"Film apa?"
"Film Komedi apa?"

*PLAK!!!*

"Ayo katakan dengan jujur film apa ??"
“Maaf pap… saya menonton film porno", jawab Asep sang anak sambil menunduk.

Mendengar jawaban Asep, Maman seketika marah. Matanya melotot. Sambil menunjuk-nunjuk, Maman berkata :
"Kamu ini yah... Kecil-kecil udah punya kelakuan kayak gitu? Kalo besar itu kamu mau jadi apa???!
Kurang ajar kamu ya… bikin malu papap ajah."
"Perbuatan yang benar-benar memalukan!!! papap waktu seumuran kamu gak pernah senakal kamu tau !!!"

*PLAK* Maman sang profesor di tampar keras oleh si Robot.

Seketika, suasana rumah hening beberapa saat.

Istri Maman, yang sedari tadi mendengarkan kejadian tersebut keluar kamar dan langsung berkata : "Abang ini gimana sih??? Sama saja kelakuannya kayak anaknya! Buah Apel gak pernah jatuh jauh dari pohonnya kan? Inget Bang, bagaimanapun, Asep itu anak Abang, jadi...."

*PLAK* Si robot menampar istri Maman sebelum dia sempat menyelesaikan kata-katanya

Dan, seketika suasana rumah hening....
heninggggggggggg begitu lama.

Sabtu, 26 November 2011

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 1)

Nurul. Amaliah, 3A16, 10209976

Anak Dalam Celana

Suatu ketika di pemberhentian sebuah bis, naiklah seorang ibu muda yang tengah hamil kurang lebih 5 bulan. Namun ibu muda ini merasa agak kesal setelah naik bis tsb. Karena bis telah penuh, namun tiba- tiba ia punya ide “bagaimana klo dia minta kursi sama seorang Pemuda tanggung yg ada di dekatnya”. Kemudian ia berkata kepada pemuda tsb. " Boleh ga saya minta tempat duduknya Mas? kalo cuma saya sih ga apa- apa, tapi Anak dalam perut nie kasihan!!" katanya dengan agak manja dan sedikit memelas”.
"Ehhhmmm" gumam si Pemuda tsb sambil berdiri memberikan tempat duduknya kepada si ibu muda tak lama kemudian pemuda ini sambil berdiri dekat si ibu muda menyalakan rokoknya. Alhasil perbuatannya menuai protes dari si ibu muda "Boleh ga rokoknya dimatikan? kalo cuma saya sih ga apa- apa, tapi anak dalam perut nie kasihan!!"
Dengan muka masam pemuda tersebut kembali memenuhi permintaan si ibu muda ini sambil menggerutu dalam hati (uuuuggh sudah dikasih tempat duduk, ngelarang orang ngerokok lagi) gumamnya.
Tiba-tiba bis berhenti mendadak berhenti membuat seluruh penumpang tersentak & kaget termasuk pemuda dan ibu muda yg sedang dalam cerita ini, gkgkgkgk
Saking tersentaknya si ibu muda tersebut sampai- sampai daster yang ia pakai tersingkap hingga bagian pangkal pahanya. Si pemuda melihat hal itu sebagai suatu balas dendam dengan berkata ”Mbak, boleh ga tuh paha ditutupin! kalo cuma saya sih ga apa- apa, tapi Anak dalam celana ini kasihan!!"

Bu guru           : “Andi..! coba kamu jawab, siapa itu Thomas Alfa Edison..?”
Andi                : “Tidak tau bu guru…”.
Bu guru           : “Kalo James Watt, siapa dia..?”
Andi                : “ga tau juga bu guru..”
Bu guru           : “Andi! Bagaimana sih kamu ini? ditanya ini itu pasti jawab tidak tau… Tidak pernah belajar ya?”
Andi                : “Belajar kok bu guru… Lah coba Andi tanya, bu guru tau ga siapa Arifin Widodo..?”
Bu guru           : “Tidak tau…”
Andi                : “Kalau Bambang Setiono Ibu tau?”
Bu guru           : “Tidak tau… Emang siapa mereka itu..?”
Andi                : “Yaa itulah Bu…, kita kan pasti punya kenalan sendiri-sendiri..”

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 2)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 1020997

Resep Kue Coklat Caramel

Bahan A:
· 460 gr gula pasir
· 100 gr air
· 6 btr telur kuning
· 6 btr telur putih
· buah segar
Bahan B:
· 140 gr tepung terigu
· 60 gr coklat bubuk
· 100 gr mentega dilelehkan
Bahan Custard:
· 50 gr gula pasir
· 6 btr kuning telur
· 500 ml susu cair
Cara memasak:
· Panaskan 300 gr gula pasir hingga menjadi karamel, tuangi air, aduk hingga kental. Tuang ke dalam mangkuk tahan panas beroles mentega.
· Custard: campur semua bahan dan aduk hingga gula pasir larut, tuang ke dalam caramel, tim ke dalam oven hingga matang.
· Kue: kocok 100 gr gula pasir dan kuning telur hingga mengembang. Kocok 60 gr gula pasir dan putih telur hingga kaku, tuang ke dalam adonan kuning telur, aduk rata.
· Tambahkan bahan B, aduk rata, tuang keatas custard.
· Panggang dengan api atas selama 20 menit. Angkat, lalu panggang kembali dengan api bawah selama 10 menit.
· Hias dengan potongan buah segar.
· Sajikan.

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 3)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976

Beberapa Manfaat Vemma Nutrition Program Yang Menyehatkan Anda:

1.       Melindungi dan Mendukung Jantung yang Sehat
 Mendukung kesehatan kardiovaskular dan membantu pembentukan sel darah merah yang sehat dan fungsi sistem syaraf. Mempertahankan tingkat asam amino homocysteine yang sehat. Melindungi fungsi sel dan membantu tingkat kolesterol yang sehat yang sudah ada di dalam kisaran normal. Dan memberikan vitamin B pada tingkat jantung sehat.
2.       Nikmati Mata, Kulit dan Rambut yang Sehat
Membantu membentuk dan memelihara kulit, mata, gigi, gusi dan rambut yang sehat. Dan membantu untuk meningkatkan penglihatan yang baik, penglihatan pada malam hari, dan kesehatan mata.
3.       Menciptakan Energi yang Berlimpah
Memainkan peran penting dalam penyerapan protein dan karbohidrat dan metabolisme. Membantu dalam pengubahan energi dan produksi energi dari glukosa.
4.       Membantu Sistem Kekebalan Tubuh Anda
Membantu sistem kekebalan tubuh anda dan meningkatkan respon kekebalan tubuh.

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 4)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976
Betapa Berartinya Dirimu Bagiku 
Ku tak bisa..
Bila harus tanpamu
Ku tak bisa..
Bila harus melupakanmu
Dirimu..
Sungguh berarti bagiku aldi
Dirimu..
Telah memberi makna dalam hidupku
Dan dirimu..
telah menjadi separuh nyawaku
Berjuanglah untuk cinta kita yang
Cinta ..
Yang telah sekian lama kita bina
Cinta..
Yang telah membuatku
Mengerti akan hidup
Cinta..
Yang telah mengajariku
Arti setia
Cinta..
Yang telah membuat dirimu
Begitu berarti dalam hidupku

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 5)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976


Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Membeli 

 

Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan  pada saat mereka membutuhkan. Keputusan membeli pada dasarnya berkaitan dengan “mengapa” dan “bagaimana” tingkah laku konsumen.

·         Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli:

a.               Kebudayaan
Kebudayaan ini sifatnya sangat luas, dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Kebudayaan adalah simbul dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.
b.    Kelas sosial
Pembagian masyarakat ke dalam golongan/ kelompok berdasarkan pertimbangan tertentu, misal tingkat pendapatan, macam perumahan, dan lokasi tempat tinggal 
c.   Kelompok referensi kecil
Kelompok ‘kecil’ di sekitar individu yang menjadi rujukan bagaimana seseorang harus bersikap dan bertingkah laku, termasuk dalam tingkah laku pembelian, misal kelompok keagamaan, kelompok kerja, kelompok pertemanan, dll
d.   Keluarga
Lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut:
·         Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli.
·         Siapa yang membuat keputusan untuk membeli.
·         Siapa yang melakukan pembelian.
·         Siapa pemakai produknya.
e.               Pengalaman
Berbagai informasi sebelumnya yang diperoleh seseorang yang akan mempengaruhi perilaku selanjutnya 


f.       Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk beringkah laku
g.   Sikap dan kepercayaan
Sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsisten. Kepercayaan adalah keyakinan seseorang terhadap nilai-nilai tertentu yang akan mempengaruhi perilakunya 
h.   Konsep diri
Konsep diri merupakan cara bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri, dan pada saat yang sama ia mempunyai gambaran tentang diri orang lain.

Senin, 31 Oktober 2011

PERILAKU KONSUMEN (TUGAS 2)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976


ANALISIS PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP
EKUITAS MEREK COFFEE SHOPS DI SURABAYA
Maya Widjaja

Alumnus Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
Serli Wijaya
Dosen Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
Email: serliw@peter.petra.ac.id
Regina Jokom
Mahasiswa Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
(saat ini menempuh Double Degree Program di Stenden University, the Netherland)
E-mail: egi_smile@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur ekuitas merek empat coffee shops di Surabaya, yaitu Excelso, DOME, Starbucks dan Coffee Bean & Tea Leaf. Ekuitas merek diukur berdasarkan 4 variabel dari Aaker yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas dan loyalitas merek. Hasil penelitian terungkap bahwa Starbucks merupakan coffee shop yang kesadaran mereknya paling banyak diingat oleh responden, diasosiasikan paling positif dan loyalitas mereknya paling tinggi. Sedangkan Excelso merupakan coffee shop dengan kesan kualitas paling baik.

Kata kunci: kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, loyalitas merek, coffee shop
Abstract: This research aims to examine brand equity of four coffee shops in Surabaya, they are Excelso, DOME, Starbucks dan Coffee Bean & Tea Leaf. Brand equity is measured based on variables developed by Aaker, namely brand awareness, brand association, perceived quality and brand loyalty. The result shows that Starbucks achieves the highest top of mind of brand awareness, has the best brand association in consumers’ image, and has the strongest brand loyalty; while Excelso has the best perceived quality.
Keywords: brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, coffee shop
Merek bukan hanya sebuah nama, simbol, gambar atau tanda yang tidak berarti. Merek merupakan identitas sebuah produk yang dapat dijadikan sebagai alat ukur apakah produk itu baik dan berkualitas. Konsumen melihat sebuah merek sebagai bagian yang paling penting dalam sebuah produk, dan merek dapat menjadi sebuah nilai tambah dalam produk tersebut (Kotler, 2004, p. 285). Karena itu merek merupakan aset penting dalam sebuah bisnis. Meskipun merek bersifat intangible, tapi nilai sebuah merek lebih dari pada sesuatu yang tangible.
Merek tidak berkembang terbatas pada produk barang saja, tetapi juga produk jasa dan juga bisnis yang menghasilkan produk barang sekaligus jasa. Untuk bisnis yang menjual paduan antara barang dan jasa misalnya bisnis HORECA (Hotel, Restaurant and Café). Bagi konsumen, bisnis HORECA yang mempunyai merek kuat, dapat memberikan nilai
lebih pada konsumennya. Dari segi sosial, itu dapat memberikan pengaruh nilai emosional yaitu prestige konsumen. Seiring dengan berkembangnya jaman, masyarakat
kota pada saat ini mengalami perubahan gaya hidup (lifestyle). Salah satu manifestasi gaya hidup modern saat ini adalah kebiasaan kelompok masyarakat
tertentu yang nongkrong di cafe atau coffee shops. Bisnis coffee shop mengalami perkembangan, dimana di hampir semua shopping mall utama di Surabaya terdapat empat coffee shop yang perkembangannya lebih dominan dibandingkan merek lain yaitu Coffee Bean & Tea Leaf (dari Amerika), Dome (dari Australia), serta merek lokal seperti Kafe Excelso.
Dari fenomena di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana penilaian konsumen Surabaya terhadap perkembangan bisnis coffee shop tersebut diukur dari ekuitas mereknya. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker, ekuitas merek diukur melalui empat dimensi yaitu brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty (1991, p. 62).


TEORI PENUNJANG
Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001, p.165), ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam 5 kategori:
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
2. Asosiasi Merek (Brand Associations)
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
4. Loyalitas merek (Brand Loyalty)
5. Aset-aset hak milik merek yang lain, mewakili
aset merek seperti paten, dan saluran distribusi.

1.   Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Aaker (1991, p. 60) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.

·       Top of minds
·       Brand Recall
·       Brand Recognition
·       Unaware of brand






2.   Asosiasi Merek (Brand Association)
Menurut Aaker (2001, p. 167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek. Ditambahkan oleh Susanto (2004, p. 133) hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran professional; atau, yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya.
Lebih lanjut Aaker (1991, p. 115) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal berikut :
·       Kompetitor
·       Pengguna/ Pelanggan
·       Orang tersohor/ khalayak
·       Gaya hidup/ Personalitas
·       Pengguna/ aplikasi
·       Barang tak
·       berwujud
·       Negara/wilayah geografis
·       Harga Relatif
·       Kelas Produk
·       Manfaat bagi Pelanggan
·       Atribut
·       Produk

3.Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Susanto (2004, p.129), kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keungulan suatu
produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Lebih lanjut, menurut Aaker (1991, p.91), apabila kesan kualitas adalah untuk dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensidimensi yang mempengaruhi kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu:
1. Kualitas produk, terbagi menjadi:
a. Performance: karakteristik operasional produk
yang utama.
b. Features: elemen sekunder dari produk atau
bagian tambahan dari produk.
c. Conformance with specifications: tidak ada
produk yang cacat.
d. Reliability: konsistensi kinerja produk.
e. Durability: daya tahan sebuah produk.
f. Serviceability: kemampuan memberikan pelayanan
sehubungan dengan produk.
g. Fit and finish: menunjukkan saat munculnya
atau dirasakannya kualitas produk.
2. Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut
Zeithaml & Bitner (2003), terbagi menjadi 5 aspek, antara lain:
a. Reliability: kemampuan menampilkan pelayanan
yang diandalkan dan akurat.
b. Responsiveness: kesediaan membantu dan
menyediakan layanan yang cepat.
c. Assurance: pengetahuan dan kemampuan
karyawan untuk menumbuhkan keyakinan
konsumen terhadap pelayanan penyedia jasa.
d. Empathy: menunjukkan perhatian perusahaan
terhadap konsumennya.
e. Tangibles; tampilan dari fasilitas fisik, peralatan,
personil/karyawan.


4.   Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)
Menurut Ford (2005, p. 132), loyalitas merek dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan dengan merek lainnya. Berpindah-pindah/peka terhadap perubahan harga
·       Pembeli komit
·       Menyukai merk
·       Pembeli yang puas dengan biaya peralihan
·       Pembeli yang puas bersifat kebiasaan/ tidak ada masalah untuk beralih
·       Berpindah- pindah/ peka terhadap perubahan harga tidak ada loyalitas merek.
Berikut penjelasan Susanto (2004, p. 127-128) tentang tingkatan loyalitas terhadap merek yaitu :
1. Tingkatan yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap memadai sehingga merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian.
2. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami kepuasan, tipe ini bisa disebut sebagai pembelikebiasaan (habitual buyer).
3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan
(switching cost) serta biaya berupa waktu, uang atau resiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek, kelompok ini bisa disebut pelanggan yang loyal terhadap biaya peralihan.
4. Tingkat keempat adalah mereka yang sungguhsungguh menyukai merek tersebut, preferensinya mungkin dilandasi oleh suatu asosiasi seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang tinggi.
5. Tingkat teratas adalah pelanggan yang setia,
mereka mempunyai kebanggaan menjadi pengguna suatu merek, merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun  sebagai ekspresi diri mereka.
(Susanto, 2004, p.127-128)

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian, Gambaran Populasi dan Sampel
Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kuantitatif karena menggambarkan penilaian konsumen terhadap ekuitas merek coffee shop di Surabaya (Kuncoro, 2003, p. 75). Adapun gambaran populasi dalam penelitian ini adalah:
1. Mengenal dan memiliki pengetahuan tentang coffee shop di Surabaya.
2. Kunjungan minimal 3 kali pada salah satu dari keempat coffee shop yang diteliti (Excelso, Starbucks coffee, DOME dan Coffee Bean and Tea Leaf) untuk mengukur kesan kualitas dan loyalitas merek.
3. Berusia antara 20-40 tahun. Mengingat kebanyakan
yang menjadi konsumen coffee shop adalah kalangan mahasiswa dan eksekutif muda.
Metode pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah non probability sampling dan teknik convenience sampling. Dengan 360 responden yang dipilih sebagai sampel. Selain itu, penulis menggunakan teknik quota sampling dengan membagi sampel yang diambil pada masingmasing coffee shop sebanyak 90 responden.

Definisi Operasional Variabel
Variabel Kesadaran Merek (Brand Awareness). Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Hasil pengukuran ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. Brand recall, definisi operasionalnya
 adalah merek yang disebut oleh responden tanpa dibantu dengan daftar merek.
b. Brand recognition, definisi operasionalnya
adalah merek yang disebut oleh responden
setelah dibantu dengan daftar merek yang ada
dalam kuisioner.
c. Top of mind, definisi operasionalnya
adalah merek yang disebut pertama kali oleh responden.
Variabel Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
Dimensi asosiasi merek yaitu:
a. Brand Strength (kekuatan merek), definisi operasionalnya
adalah asosiasi yang berhubungan dengan kekuatan coffee shop yang diteliti.
b. Brand Favorability (kesukaan merek), definisi operasionalnya
 adalah asosiasi yang berhubungan dengan kesukaan terhadap coffee shop yang diteliti yang terbentuk di benak responden.
c. Brand Uniqueness (keunikan merek), definisi
operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan
dengan keunikan merek yang tercipta dari
asosiasi strength dan favorability, yang ada di
benak responden yang membuat sebuah coffee
shop menjadi berbeda dari coffee shop yang
lainnya.
d. Variabel Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
Tingkatan kesan kualitas diukur melalui 2 dimensi yaitu produk dan servis.
Pada dimensi produk, melalui :
a. Performance, definisi operasionalnya
adalah segala sesuatu yang melibatkan berbagai karakteristik operasional produk yang utama.
b. Conformance with specifications (kesesuaian
dengan spesifikasi), definisi operasionalnya
adalah tidak ada produk yang cacat sehingga merupakan penilaian mengenai kualitas proses pembuatan.
c. Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya
adalah konsistensi kinerja produk dari satu pembelian hingga pembelian berikutnya dan persentase waktu yang dimiliki produk untuk berfungsi sebagaimana mestinya.
d. Serviceability (pelayanan), definisi operasionalnya
adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sehubungan dengan produk tersebut.
e. Fit and finish (hasil akhir), definisi operasionalnya
adalah saat munculnya atau dirasakannya kualitas produk.
Sedangkan kesan kualitas pada dimensi jasa / servis, diukur melalui :
a. Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya
adalah kemampuan karyawan untuk menampilkan suatu pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat.
b. Responsiveness (ketanggapan), definisi operasionalnya
adalah kesediaan karyawan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan
yang cepat.
c. Assurance (jaminan), definisi operasionalnya
adalah pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya diri konsumen terhadap pelayanan restoran.
d. Empathy (empati), definisi operasionalnya
adalah perhatian coffee shop dan karyawannya terhadap konsumennya secara individu.
e. Tangibles (bentuk fisik), definisi operasionalnya
adalah tampilan dari fasilitas fisik, peralatan dan personil atau karyawan.

Variabel Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Tingkat keterikatan konsumen dengan suatumerek dicerminkan dengan frekuensi pembelian produk suatu merek yang lebih banyak dibandingkan dengan produk yang sama dengan merek lain. Tingkatan loyalitas merek yaitu:
a. Friend of brand Buyer (pembeli yang menyukai
merek), definisi operasionalnya adalah pembeli yang menganggap suatu coffee shop sebagai teman karena pembeli mempunyai asosiasi, pengalaman, atau perceived quality (kesan kualitas) yang tinggi dan terdapat perasaan emosi yang terkait.
b. Committed Buyer (pembeli komit), definisi
operasionalnya adalah pembeli yang mempunyai kebanggaan menjadi konsumen dari suatu coffee shop.


KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan mengenai kesadaran merek (brand
awareness)
Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the top of mind - Brand Awareness. Dengan demikian, Starbucks merupakan coffee shop utama dari berbagai coffee shop yang diingat pertama kali oleh responden.
2. Kesimpulan mengenai asosiasi merek (brand
associations)
Excelso merupakan coffee shop yang memiliki asosiasi merek yang paling positif.
Hal ini berarti atribut yang diberikan responden kepada suatu merek dinilai sangat baik dan semakin banyak, dampaknya adalah semakin positif dan kuat image yang terbangun pada merek tersebut. Excelso yang merupakan bisnis lokal dapat mempunyai asosiasi merek yang lebih positif dibandingkan dengan Starbucks yang
merupakan bisnis skala internasional.
3. Kesimpulan mengenai kesan kualitas (perceived
quality)
Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the best of Perceived Quality, artinya Starbucks dinilai paling mampu memberikan produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diharapkan konsumennya.
4. Kesimpulan mengenai loyalitas merek (brand
loyalty)
Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the strongest of Brand Loyalty. Hal ini ditunjukkan bahwa mayoritas konsumen Starbucks bersedia untuk datang kembali, merekomendasikan kepada orang lain, mengajak orang lain dan membeli produk Starbucks lebih. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis memberikan beberapa saran khususnya bagi masing-masing coffee shop antara lain:
1. Bagi Excelso
Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa hasil terendah Excelso ada pada variabel kesan kualitas yaitu masalah fasilitas. Maka hal tersebut perlu menjadi perhatian khusus. Dengan penyediaan fasilitas yang memadai, akan meningkatkan kesan kualitas Excelso itu sendiri.
2. Bagi DOME
DOME termasuk coffee shop yang mempunyai outlet hampir disetiap shopping mall, tetapi keberadaannya masih belum mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya Surabaya. Meskipun bisnis ini dimulai bersamaan dengan masuknya Starbucks dan Coffee Bean tetapi DOME tidak dapat menyaingi tingkat ekuitas merek kedua coffee shop tersebut.
3. Bagi Coffee Bean & Tea Leaf
Saran untuk pihak Coffee Bean, penambahan jumlah gerai dirasakan perlu, karena hal itu
sangat berpengaruh bagi masyarakat. Semakin banyak gerai yang ada, akan semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat akan coffee shop tersebut.
4. Bagi Starbucks Coffee
Bagi Starbucks yang sudah mencapai tingkat ekuitas merek terbaik dibandingkan dengan
coffee shop yang lain, hal terpenting adalah mempertahankan dan meningkatkan kinerja
secara keseluruhan. Mengingat jumlah konsumen loyalnya tergolong tinggi, diharapkan Starbucks mampu mempertahankan kedudukannya sebagai coffee shop dengan ekuitas merek yang terbaik.
5. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif yang hanya mengukur ekuitas merek dari sudut pandang konsumen saja. Maka, diharapkan penelitian tentang ekuitas merek selanjutnya dapat mencakup 2 sisi, baik itu konsumen maupun pebisnis/perusahaannya (seperti, dengan mempertimbangkan pendapatan dan manajemen perusahaan). Dengan gabungan metode kualitatif dan kuantitatif diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengukur ekuitas merek lebih akurat.


DAFTAR REFERENSI
Aaker, D. A. (1996). Building strong brands.
New York: The Free Press.______(1991). Managing brand equity. New York:
The Free Press.______(2001). Strategic market management. USA : John Wiley & Sons, INC.
Dalrymple, J. and Parsons, J. (2000). Marketing management (7th edn). USA. John Wiley & Sons. INC.
Ford, K. (2005). Brands laid bare. London: John Wiley & Sons, Ltd.
Frampton, J. (2006). Research economy – Interbrand’s best global brands 2006. New
York. Business Week and Interbrand.
Keller, K. L. (2003). Building, measuring and managing brand equity (2nd edn), New Jersey: Prentice Hall.
Kotler, P. (1997). Marketing management: Analysis, planning, implementation and control (9th edn), New Jersey: Prentice Hall.
Kotler, P. and Armstrong, G. (2006) Principles of marketing (11th edn), New Jersey: Prentice Hall.
Levine, S. K., and Berenson. (2002). Statistics for managers (3rd edn), New Jersey: Prentice Hall.
Malhotra, N.K. (1996). Marketing research: An applied orientation (2nd edn), New Jersey: Prentice Hall
MBA Companion in Marketing. (1999) Mastering
marketing: Prentice Hall.
Panneerselvam. R.(2005). Research methodology.
New Delhi: Prentice Hall.
Soehadi, A. (2005). Effective branding, Bandung:
Quantum.
Suliyanto. (2005). Analisis data dalam aplikasi pemasaran, Bogor: Ghalia Indonesia.
Susanto, A.B and Wijanarko, H. (2004). Power branding, Bandung : Quantum. SWA Majalah edisi Maret. 2005. SWA Majalah edisi April. 2007.
Warren, K. (1995). Global marketing management (5th edn). New Jersey: Prentice Hall.

Senin, 10 Oktober 2011

PERILAKU KONSUMEN (TUGAS 1)

Nurul Amaliah, 10209976, 3EA16

Perilaku konsumen

Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.

  • 2 Wujud konsumen:
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.

>Production concept
Konsumen pada umumnya lebih tertarik dengan produk-produk yang harganya lebih murah. Mutlak diketahui bahwa objek marketing tersebut murah, produksi yang efisien dan distribusi yang intensif.

>Product concept
Konsumen akan menggunakan atau membeli produk yang ditawarkan tersebut memiliki kualitas yang tinggi, performa yang terbaik dan memiliki fitur-fitur yang lengkap.
-Selling concept
Marketer memiliki tujuan utama yaitu menjual produk yang diputuskan secara sepihak untuk diproduksi.
-Marketing concept
Perusahaan mengetahui keinginan konsumen melalui riset yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian memproduksi produk yang diinginkan konsumen. Konsep ini disebut marketing concept.
-Market segmentation
Membagi kelompok pasar yang heterogen ke kelompok pasar yang homogen.
-Market targeting
Memlih satu atau lebih segmen yang mengidentifikasikan perusahaan untuk menentukan.
-Positioning
Mengembangkan pemikiran yang berbeda untuk barang dan jasa yang ada dalampikiran konsumen.
Menyediakan nilai pelanggan didefinisikan sebagai rasio antara keuntungan yang dirasakan sumber-sumber (ekonomi, fungsional dan psikologi) digunakan untuk menghasilkan keuntungan-keuntungan tersebut. Keuntungan yang telah dirasakan berupa relative dan subjektif.
Kepuasan pelanggan adalah persepsi individu dari performa produk atau jasa dalam hubungannya dengan harapan-harapan.
Mempertahankan konsumen adalah bagaimana mempertahankan supaya konsumen tetap loyal dengan satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, hamper dalam semua situasi bisnis, lebih mahal untuk mencari pelanggan baru dibandingkan mempertahankan yang sudah ada.
Etika pasar dan tanggung jawab social
Konsep pemasaran social mewajibkan semua pemasar wapada terhadap prinsip tanggung jawab social dalam memasarkan barang atau jasa mereka, oleh sebab itu pemasar harus mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan dari targt pasar mereka. Praktek etika dan tangung jawab social dalah bisnis yang bagus, tidak hanya meningkatkan penjualan tetapi menghasilkan kesan yang baik.
Model sederhana dari pengambilan keputusan yang dibuat oleh pelanggan, yaitu:
-Input stage mempengaruhi pengakuan konsumen dari sebuah kebutuhan produk dan terdiri dari dua 2 sumber informasi, yaitu usaha pemasaran perusahaan dan pengaruh sosiologi dari luar pelanggan.
-Output stage terdiri dari 2 pendekatan yang erat hubungannya dengan aktivitas pengambilan keputusan yang sudah diambil.

  • Riset Konsumen
Bidang riset konsumen dikembangkan sebagai perluasan bidang riset pemasaran, hampir semata-mata memfokuskan perhatiannya pada perilaku konsumen bukannya pada aspek-aspek lain dalam proses pemasaran. Hasil-hasil riset pasar dan juga hasil riset konsumen digunakan untuk memperbaiki pengambilan keputusan manajerial. Alasan pertama mempelajari perilaku konsumen adalah untuk memungkinkan para pemasar meramalkan bagaimana para konsumen akan bereaksi terhadap berbagai pesan promosi dan untuk memahami cara mereka mengambil keputusan membelinya.

  • Paradigma Riset Konsumen
Para peneliti konsumen periode pertama hanya sedikit memikirkan pengaruh suasana hati, emosi, atau situasi terhadap keputusan konsumen. Mereka percaya bahwa pemasaran hanya merupakan ilmu ekonomi terapan, dan bahwa para konsumen adalah pengambil keputusan yang rasional, yang secara obyektif menilai barang dan jasa yang tersedia bagi mereka dan hanya memilih yang memberikan manfaat tertinggi dengan harga yang terendah.
Para peneliti konsumen sekarang ini menggunakan dua macam metodologi riset yang berbeda untuk mempelajari perilaku konsumen, yaitu :
-Riset Kuantitatif
Bersifat desktiptif dan digunakan oleh para peneliti untuk memahami pengaruh berbagai masukan promosi terhadap konsumen, sehingga memungkinkan para marketer meramalkan perilaku konsumen.
-Riset Kualitatif
Terdiri dari wawancara, kelompok focus, analisis kiasan, riset kolase, dan teknik proyeksi. Teknik-teknik ini terutama digunakan untuk memperoleh gagasan baru untuk kampanye promosi.
Perbandingan antara Positivisme dan Interpretivisme :

  • Tujuan
Positivisme Peramalan tindakan konsumen
Interpretivisme Memahami berbagai praktik konsumsi\

  • Metologi
Positivisme Kuantitatif
Interpretivisme Kualitatif

  • Asumsi
Positivisme
• Rasionalitas
• Sebab dan akibat perilaku dapat dikenali dan dipisahkan
• Penyebab perilaku dapat dikenali
• Peristiwa dapat diukur secara obyektif
• Hasil riset dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih besar
Interpretivisme
• Tidak ada kebenaran tunggal dan obyektif
• Realitas adalah subyektif
• Sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan
• Interaksi peneliti/responden mempengaruhi hasil riset
• Hasil riset sering tidak digeneralisasikan ke populasi yang lebih besar

  • Proses Riset Konsumen
1) Menentukan tujuan riset
2) Mengumpulkan dan mengevaluasi data sekunder
3) Merancang studi riset primer
4) Mengumpulkan data primer
5) Menganalisis data
6) Mempersiapkan laporan hasil riset
  • Model proses Riset Konsumen
Menyusun tujuan Riset
Langkah pertama dalam proses riset konsumen adalah menentukan tujuan studi. Menentukan tujuan studi merupakan hal penting bagi para manajer pemasaran dan jenis dan mutu informasi yang dibutuhkan.

Mengumpulkan data sekunder
Peneliti untuk menentukan maksud dan tujuan studi, serta untuk menjamin agar rancangan riset itu tepat. Pernyataan tujuan yang dipertimbangkan secara teliti membantu menentukan
Pencarian data sekunder biasanya mengiringi pernyataan tujuan. Informasi sekunder adalah setiap data yang dihasilkan oleh organisasi dari luar, data dari dalam perusahaan untuk studi sebelumnya. Hasil riset sekunder terkadang sudah memberikan pengertian yang cukup mengenai masalah yang ada sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan riset primer. Sering data sekunder menjadi petunjuk dan pengaruh bagi rancangan riset primer.

Merancang Riset Pemasaran
 Rancangan studi riset didasarkan pada tujuan studinya. Jika informasi deskriptif dibutuhkan, maka studi kuantitatif yang dilakukan; jika tujuannya adalah memperoleh gagasan baru, maka studi kualitatif yang dilakukan. Karena pendekatan untuk tiap-tiap jenis riset berbeda dari sudut metode pengumpulan data, rancangan sampel, dan macam alat pengumpulan data yang digunakan, tiap-tiap pendekatan riset dibahas secara terpisah sebagai berikut.

Rancangan penelitian Kuantitatif
>
Metode pengumpulan data:
Ada 3 cara untuk mengumpulkan data primer dalam riset kuantitatif :
- Penelitian Observasi
- Eksperimentasi
- Survei
>Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data dikembangkan sebagai bagian dari desain riset untuk mengatur pengumpulan data dan untuk menjamin agar semua responden ditanya dengan pertanyaan yang sama dan dengan urutan yang sama.
Instrumen pengumpulan data meliputi :
- Daftar Pertanyaan
- Daftar Pernyataan Pandangan Pribadi
- Skala Sikap

Rancangan penelitian Kualitatif
Metode Pengumpulan Data
Pilihan teknik pengumpulan data untuk studi kualitatif meliputi :
- Wawancara yang Mendalam
- Kelompok Fokus
- Teknik Proyektif
- Analisis Kiasan

Penentuan Sampel:
>Sampel Probabilitas
• Sampel acak sederhana
• Sampel acak sistematis
• Sampel acak bertingkat
• Sampel kelompok (daerah)

>Sampel Non-Probabilitas
• Sampel yang memudahkan
• Sampel yang ditentukan
• Sampel kuota

Pengumpulan data
Sebagaimana sudah dinyatakan sebelumnya, studi kualitatif biasanya memerlukan para pakar ilmu pengetahuan soaial yang sangat terlatih untuk mengumpulkan data. Studi kuantitatif biasanya memerlukan staf lapangan yang dipekerjakan dan dilatih langsung oleh peneliti atau dikontrak dari perusahaan yang mengkhususkan diri dalam menyelenggarakan wawancara lapangan.

Analisis
Pada riset kualitatif, moderator atau pelaksana tes biasanya menganalisis semua jawaban yang diterima. Pada riset kuantitatif, peneliti mengawasi analisis tersebut. Semua jawaban terbuka pertama-tama diubah menjadi kode dan diukur, kemudian ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan program analisis canggih yang menghubungkan data menurut berbagai variabel yang dipilih dan mengelompokkan data menurut ciri-ciri demografis yang dipilih.

Persiapan laporan
Pada riset kualitatif maupun kuantitatif, laporan riset memuat juga kesimpulan singkat mengenai hasil-hasil riset. Tergantung kepada penugasan dari manajemen pemasaran, laporan riset mungkin perlu atau tidak perlu memasukkan rekomendasi mengenai tindakan pemasaran. Isi laporan memuat uraian lengkap mengenai metodologi yang digunakan, dan, untuk riset kuantitatif, juga memuat berbagai tabel dan grafik untuk mendukung berbagai temuannya.
Ringkasan / rangkuman pelajaran perilaku konsumen disertai banyak arti definisi / pengertian istilah perilaku konsumen (prikon) dasar.

Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen

Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.

Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi, yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.
Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.

Selasa, 24 Mei 2011

PERILAKU KONSUMEN (TULISAN 10)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976


 
Pengertian Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .

Selain itu, Undang-Undang Anti monopoli juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dengan demikian Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intraband. Yang dimaksud dengan kompetisi yang interbrand adalah kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama. Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 persen pasar televisi, atau yang disebut dengan istilah “monopoli”. Sedangkan yang dimaksud dengan kompetisi yang intraband adalah kompetisi diantar distributor atas produk dari produsen tertentu. (Munir Fuady 2003: 6)
Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang eksklusif untuk menjalankan bisnis atau mengontrol penjualan terhadap seluruh suplai barang tertentu.
Dalam hukum Inggris kuno, monopoli diartikan sebagai suatu izin atau keistimewaan yang dibenarkan oleh raja untuk membeli, menjual, membuat. Mengerjakan atau menggunakan apapun secara keseluruhan, dimana tindakan monopoli tersebut secara umum dapat mengekang kebebasan berproduksi atau trading. Atau monopoli dirumuskan juga sebagai suatu tindakan yang memiliki atau mengontrol bagian besar dari suplai di pasar atau output dari komoditi tertentu yang dapat mengekang kompetisi, membatasi kebebasan perdagangan, yang memberikan kepada pemonopoli kekuasaan pengontrolan terhadap harga.

          Ada lagi yang mengartikan kepada tindakan monopoli (yang umum )sebagai suatu hak atau kekuasaan hanya untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang khusus, seperti membuat suatu produk tertentu, memberikan suatu jasa, dan sebagainya. Atau, suatu monopoli (dalam dunia usaha) diartikan sebagi pemilikan atau pengendalian persediaan atau pasaran untuk suatu produk atau jasa yang cukup banyak untuk mematahkan atau memusnahkan persaingan, untuk mengendalikan harga, atau dengan cara lain untuk membatasi perdagangan.
Struktur monopoli sering pula dibedakan atas monopoli alamiah dan non alamiah. Monopoli alamiah antara lain dalam memproduksi air minum, gas, listrik dan lainnya sedangkan monopoli non alamiah yang merupakan monopoli berasal dari struktur oligopoli yang kolusif sehingga mendapatkan tempat yang kurang baik , akan tetapi bukan berarti yang alamih juga dapat melepaskan diri dari citra yang kurang baik di pihak lain. (Nurimansyah Hasibuan .1993)
Praktek-praktek monopoli di Indonesia sering tidak mendapatkan tempat perhatian dalam dunia penelitian. Namun demikian, oleh karena fasilitas-fasilitas tertentu dari pemerintah, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan dari yang relatif lemah ke kelompok yang relatif lebih kuat, maka kehadiran monopolis dapat memperkuat transfer pendapatan akan tetapi walaupun monopolis mendapatkan keuntungan yang super normal namun kurang diimbangi dengan pembayaran pajak yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.(Nurimansyah Hasibuan .1993)
Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976

Hukum Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnyadi bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi, yang ditunjang dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Pelaku usaha tentu ingin meraih keuntungan yang besar yang tentunya dengan biaya produksi yang rendah. Sedangkan konsumen tentunya ingin mendapatkan pelayanan yang maksimal. Kedua belah pihak pasti akan tetap berpegang teguh pada prinsip masing-masing untuk mendapatkan apa yang hendak dicapai atau diinginkan. Posisi konsumen pada dasarnya lebih lemah dari pelaku usaha, posisi konsumen yang lemah ini menyebabkan pelaku usaha memiliki kecenderungan untuk melecehkan hak-hak konsumen. Menurut David Oughton dan John Lowrydalam Abdul Halim Barkatullah, posisi konsumen yang lemah ini didasarkan pada beberapa argumentasi, yaitu:
Pertama,
Dalam masyarakat modern, pelaku usaha menawarkan berbagaijenis produk baru hasil kemajuan teknologi dan manajemen. Barang-barang tersebut diproduksi secara massal.

Kedua,
Terdapat perubahan-perubahan mendasar dalam pasar konsum,dimana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan evaluasi yangmemadai terhadap produk barang dan jasa yang diterimanya. Konsumenhamper-hampir tidak dapat diharapkan memahami sepenuhnya penggunaan produk-produk canggih yang tersedia.



 
Ketiga,
Metode periklanan modern melakukan disinformasi kepada konsumendaripaada memberikan informasi secara objektif.

Keempat,
Pada dasarnya konsumen berada dalam posisi tawar yang tidak seimbang, karena kesulitan-kesulitan dalam memperoleh informasi yang memadai.

Kelima,
Gagasan paternalism melatar belakangi lahirnya undang-undang perlindungan hukum bagi konsumen, dimana terdapat rasa tidak percayaterhadap kemampuan konsumen melindungi diri sendiri akibat risiko keuangan yang dapat diperkirakan atau risiko kerugian fisik.
 Menurut Troelstrup dalam Abdul Halim Barkatullah, posisi tawar konsumen yang lemah, disebabkan:
1. Terdapat lebih banyak produk, merk, dan cara penjualannya.
2. Daya beli konsumen makin meningkat.
3.Lebih banyak merk yang beredar di pasaran, sehingga belum banyak diketahui oleh semua orang.
4. Model-model produk lebih cepat berubah.
5.Kemudahan transportasi dan komunikasi sehingga membuka akses yanglebih besar kepada bermacam-macam pelaku usaha
6. Iklan yang menyesatkan.
7. Wanprestasi oleh pelaku usaha.

 Lemahnya posisi tawar dari konsumen tersebut menyebabkan hukumperlindungan konsumen menjadi penting. Sebagai bentuk perlindungan bagikonsumen dibentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa didunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.

Penjelasan Undang-Undang perlindungan konsumen menyebutkan bahwa piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha tetapi justru sebaliknya sebab perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melaluipenyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.
Perlindungan konsumen bertujuan :
a.Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
b.Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsunganusaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,dan keselamatan konsumen.

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupunkonsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
  Nurul. Amaliah, 2EA16, 10209976
Pasar Modal

Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti : menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. Berlangsungnya fungsi pasar modal (Bruce Lliyd, 1976), adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan "kriteria pasarnya" secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.

Sejarah

            Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan Vereneging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek telah berlangsung sejak 1880 namun dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan tentang transaksi tersebut tidak lengkap. Pada tahun 1878 terbentuk perusahaan untuk perdagangan komuitas dan sekuritas, yakti Dunlop & Koff, cikal bakal PT. Perdanas.
Tahun 1892, perusahaan perkebunan Cultuur Maatschappij Goalpara di Batavia mengeluarkan prospektus penjualan 400 saham dengan harga 500 gulden per saham. Empat tahun berikutnya (1896), harian Het Centrum dari Djoejacarta juga mengeluarkan prospektus penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan harga perdana 100 gulden per saham. Tetapi, tidak ada keterangan apakah saham tersebut diperjualbelikan. Menurut perkiraan, yang diperjualbelikan adalah saham yang listing di bursa Amsterdam tetapi investornya berada di Batavia, Surabaya dan Semarang. Dapat dikatakan bahwa ini adalah periode permulaan sejarah pasra modal Indonesia.
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya Amsterdamse Effectenbueurs mendirikan cabang yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912, yang menjadi penyelenggara adalah Vereniging voor de Effectenhandel dan langsung memulai perdagangan. Di tingkat Asia, bursa Batavia ini merupakan yang keempat tertua terbentuk setelah Bombay (1830), Hong Kong (1847), dan Tokyo (1878). Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Pada awalnya bursa ini memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Meskipun pada tahun 1914 bursa di Batavia sempat ditutup karena adanya Perang Dunia I, namun dibuka kembali pada tahun 1918. Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa. Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co. Hal ini dikarenakan keadaan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.



Periode menggembirakan ini tidak berlangsung lama karena dihadapkan pada resesi ekonomi tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II (PD II). Keadaan yang semakin memburuk membuat Bursa Efek Surabaya dan Semarang ditutup terlebih dahulu. Kemudian pada 10 Mei 1940 disusul oleh Bursa Efek Jakarta. Selanjutnya baru pada tanggal 3 Juni 1952, Bursa Efek Jakarta dibuka kembali. Operasional bursa pada waktu itu dilakukan oleh PPUE (Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek) yang beranggotakan bank negara, bank swasta dan para pialang efek. Pada tanggal 26 September 1952 dikeluarkan Undang-undang No 15 Tahun 1952 sebagai Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa.
Namun kondisi pasar modal nasional memburuk kembali karena adanya nasionalisasi perusahaan asing, sengketa Irian Barat dengan Belanda, dan tingginya inflasi pada akhir pemerintahan Orde Lama yang mencapai 650 %. Hal ini menyebabklan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pasar modal merosot tajam, dan dengan sendirinya Bursa Efek Jakarta tutup kembali.
Baru pada Orde Baru kebijakan ekonomi tidak lagi melancarkan konfrontasi terhadap modal asing. Pemerintah lebih terbuka terhadap modal luar negeri guna pembangunan eknomi yang berkelanjutan. Beberapa hal yang dilakukan adalah pertama, mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang pendirian Pasar Modal, membentuk Badan Pembina Pasar Modal, serta membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Yang kedua ialah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1976 tentang penetapan PT Danareksa sebagai BUMN pertama yang melakukan go public dengan penyertaan modal negara Republik Indonesia sebanyak Rp. 50 miliar. Yang ketiga adalah memberikan keringan perpajakan kepada perusahaan yang go public dan kepada pembeli saham atau bukti penyertaan modal.
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang dicatat dalam saham BEJ.
Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi pada periode awal 1987, gairah di pasar modal kembali meningkat. Deregulasi yang pada intinya adalah melakukan penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk masuk ke bursa serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor. Kebijakan ini dikenal dengan tiga paket yakni Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.
Paket Kebijaksanaan Desember 1987 atau yang lebih dikenal dengan Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Kebijakan ini juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
Kemudian Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 atau disingkat Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
Yang ketiga adalah Paket Kebijaksanaan Desember 1988 atau Pakdes 88 yang pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.Hal ini memudahkan investor yang berada di luar Jakarta.
Di samping ketiga paket kebijakan ini terdapat pula peraturan mengenai dibukanya izin bagi investor asing untuk membeli saham di bursa Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1055/KMK.013/1989. Investor asing diberikan kesempatan untuk memiliki saham sampai batas maksimum 49% di pasar perdana, maupun 49 % saham yang tercatat di bursa efek dan bursa paralel. Setelah itu disusul dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 yang diubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1199/KMK.010/1991. Dalam keputusan ini dijelaskna bahwa tugas Bapepam yang semula juga bertindak sebagai penyelenggara bursa, maka hanya menjadi badan regulator. Selain itu pemerintah juga membentuk lembaga baru seperti Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), reksadana, serta manajer Investasi.
Keadaan setelah kebijakan deregulasi itu dikeluarkan benar-benar berbeda. Pasar modal menjadi sesuatu yang menggemparkan, karena investasi di bursa efek berkembang sangat pesat. Banyak perusahaan antri untuk dapat masuk bursa. Para investor domestik juga ramai-ramai ikut bermain di bursa saham. Selama tahun 1989 tercatat 37 perusahaan go public dan sahamnya tercatat (listed) di Bursa Efek Jakarta. Sedemikian banyaknya perusahaan yang mencari dana melalui pasar modal, sehingga masyarakat luas pun berbondong-bondong untuk menjadi investor. Perkembangan ini berlanjut dengan swastanisasi bursa, yakni berdirinya PT. Bursa Efek Surabaya, serta pada tanggal 13 Juli 1992 berdiri PT. Bursa Efek Jakarta yang menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa.
Akibat dari perubahan yang menggembirakan ini adalah semakin tumbuhnya rasa kepercayaan investor terhadap keberadaan pasar modal Indonesia. Hal ini ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan berupa Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996. Undang-undang ini dilengkapi dengan peraturan organiknya, yakni Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, serta Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading System). Suatu system perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis me-match kan antara harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS, transaksi dilakukan secara manual. Misalnya dengan menggunakan “papan tulis” sebagai papan untuk memasukkan harga jual dan beli saham. Perdagangan saham berubah menjadi scripless trading, yaitu perdagangan saham tanpa warkat (bukti fisik kepemilikkan saham)Lalu dengan seiring kemajuan teknologi, bursa kini menggunakan sistem Remote Trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh.
Pada tanggal 22 Juli 1995, BES merger dengan Indonesian Parallel Stock Exchange (IPSX), sehingga sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek: BES dan BEJ.
Pada tanggal 19 September 1996, BES mengeluarkan sistem Surabaya Market information and Automated Remote Trading (S-MART) yang menjadi Sebuah sistem perdagangan yang komprehensif, terintegrasi dan luas remote yang menyediakan informasi real time dari transaksi yang dilakukan melalui BES.
Pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara Asia, khususnya Thailand, Filipina, Hong Kong, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Cina, termasuk Indonesia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang asing terhadap nilai dolar.
Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada akhir 2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia.
Dari regulasi yang dikeluarkan periode ini mempunyai ciri khas yakni, diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada Bapepam selaku badan pengawas. Amanat yang diberikan dalam UU Pasar Modal secara tegas menyebutkan bahwa Bapepam dapat melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan jika terjadi kejahatan di pasar modal.

Struktur Pasar Modal

            Struktur Pasar Modal di Indonesia tertinggi berada pada menteri Keuangan menunjuk Bapepam merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari pasar modal dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, efisien serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal

Manfaat

Bagi emiten

Bagi emiten, pasar modal memiliki beberapa manfaat, antara lain:
  1. jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar
  2. dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai
  3. tidak ada convenant sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana/perusahaan
  4. solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan
  5. ketergantungan emiten terhadap bank menjadi lebih kecil

 Bagi investor

Sementara, bagi investor, pasar modal memiliki beberapa manfaat, antara lain:
  1. Nilai investasi perkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai kapital gain
  2. Memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga yang mengambang bagi pemenang obligasi
  3. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang mengurangi risiko