Senin, 31 Oktober 2011

PERILAKU KONSUMEN (TUGAS 2)

Nurul. Amaliah, 3EA16, 10209976


ANALISIS PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP
EKUITAS MEREK COFFEE SHOPS DI SURABAYA
Maya Widjaja

Alumnus Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
Serli Wijaya
Dosen Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
Email: serliw@peter.petra.ac.id
Regina Jokom
Mahasiswa Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
(saat ini menempuh Double Degree Program di Stenden University, the Netherland)
E-mail: egi_smile@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur ekuitas merek empat coffee shops di Surabaya, yaitu Excelso, DOME, Starbucks dan Coffee Bean & Tea Leaf. Ekuitas merek diukur berdasarkan 4 variabel dari Aaker yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas dan loyalitas merek. Hasil penelitian terungkap bahwa Starbucks merupakan coffee shop yang kesadaran mereknya paling banyak diingat oleh responden, diasosiasikan paling positif dan loyalitas mereknya paling tinggi. Sedangkan Excelso merupakan coffee shop dengan kesan kualitas paling baik.

Kata kunci: kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, loyalitas merek, coffee shop
Abstract: This research aims to examine brand equity of four coffee shops in Surabaya, they are Excelso, DOME, Starbucks dan Coffee Bean & Tea Leaf. Brand equity is measured based on variables developed by Aaker, namely brand awareness, brand association, perceived quality and brand loyalty. The result shows that Starbucks achieves the highest top of mind of brand awareness, has the best brand association in consumers’ image, and has the strongest brand loyalty; while Excelso has the best perceived quality.
Keywords: brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, coffee shop
Merek bukan hanya sebuah nama, simbol, gambar atau tanda yang tidak berarti. Merek merupakan identitas sebuah produk yang dapat dijadikan sebagai alat ukur apakah produk itu baik dan berkualitas. Konsumen melihat sebuah merek sebagai bagian yang paling penting dalam sebuah produk, dan merek dapat menjadi sebuah nilai tambah dalam produk tersebut (Kotler, 2004, p. 285). Karena itu merek merupakan aset penting dalam sebuah bisnis. Meskipun merek bersifat intangible, tapi nilai sebuah merek lebih dari pada sesuatu yang tangible.
Merek tidak berkembang terbatas pada produk barang saja, tetapi juga produk jasa dan juga bisnis yang menghasilkan produk barang sekaligus jasa. Untuk bisnis yang menjual paduan antara barang dan jasa misalnya bisnis HORECA (Hotel, Restaurant and Café). Bagi konsumen, bisnis HORECA yang mempunyai merek kuat, dapat memberikan nilai
lebih pada konsumennya. Dari segi sosial, itu dapat memberikan pengaruh nilai emosional yaitu prestige konsumen. Seiring dengan berkembangnya jaman, masyarakat
kota pada saat ini mengalami perubahan gaya hidup (lifestyle). Salah satu manifestasi gaya hidup modern saat ini adalah kebiasaan kelompok masyarakat
tertentu yang nongkrong di cafe atau coffee shops. Bisnis coffee shop mengalami perkembangan, dimana di hampir semua shopping mall utama di Surabaya terdapat empat coffee shop yang perkembangannya lebih dominan dibandingkan merek lain yaitu Coffee Bean & Tea Leaf (dari Amerika), Dome (dari Australia), serta merek lokal seperti Kafe Excelso.
Dari fenomena di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana penilaian konsumen Surabaya terhadap perkembangan bisnis coffee shop tersebut diukur dari ekuitas mereknya. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker, ekuitas merek diukur melalui empat dimensi yaitu brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty (1991, p. 62).


TEORI PENUNJANG
Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001, p.165), ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam 5 kategori:
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
2. Asosiasi Merek (Brand Associations)
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
4. Loyalitas merek (Brand Loyalty)
5. Aset-aset hak milik merek yang lain, mewakili
aset merek seperti paten, dan saluran distribusi.

1.   Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Aaker (1991, p. 60) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.

·       Top of minds
·       Brand Recall
·       Brand Recognition
·       Unaware of brand






2.   Asosiasi Merek (Brand Association)
Menurut Aaker (2001, p. 167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek. Ditambahkan oleh Susanto (2004, p. 133) hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran professional; atau, yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya.
Lebih lanjut Aaker (1991, p. 115) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal berikut :
·       Kompetitor
·       Pengguna/ Pelanggan
·       Orang tersohor/ khalayak
·       Gaya hidup/ Personalitas
·       Pengguna/ aplikasi
·       Barang tak
·       berwujud
·       Negara/wilayah geografis
·       Harga Relatif
·       Kelas Produk
·       Manfaat bagi Pelanggan
·       Atribut
·       Produk

3.Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Susanto (2004, p.129), kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keungulan suatu
produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Lebih lanjut, menurut Aaker (1991, p.91), apabila kesan kualitas adalah untuk dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensidimensi yang mempengaruhi kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu:
1. Kualitas produk, terbagi menjadi:
a. Performance: karakteristik operasional produk
yang utama.
b. Features: elemen sekunder dari produk atau
bagian tambahan dari produk.
c. Conformance with specifications: tidak ada
produk yang cacat.
d. Reliability: konsistensi kinerja produk.
e. Durability: daya tahan sebuah produk.
f. Serviceability: kemampuan memberikan pelayanan
sehubungan dengan produk.
g. Fit and finish: menunjukkan saat munculnya
atau dirasakannya kualitas produk.
2. Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut
Zeithaml & Bitner (2003), terbagi menjadi 5 aspek, antara lain:
a. Reliability: kemampuan menampilkan pelayanan
yang diandalkan dan akurat.
b. Responsiveness: kesediaan membantu dan
menyediakan layanan yang cepat.
c. Assurance: pengetahuan dan kemampuan
karyawan untuk menumbuhkan keyakinan
konsumen terhadap pelayanan penyedia jasa.
d. Empathy: menunjukkan perhatian perusahaan
terhadap konsumennya.
e. Tangibles; tampilan dari fasilitas fisik, peralatan,
personil/karyawan.


4.   Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)
Menurut Ford (2005, p. 132), loyalitas merek dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan dengan merek lainnya. Berpindah-pindah/peka terhadap perubahan harga
·       Pembeli komit
·       Menyukai merk
·       Pembeli yang puas dengan biaya peralihan
·       Pembeli yang puas bersifat kebiasaan/ tidak ada masalah untuk beralih
·       Berpindah- pindah/ peka terhadap perubahan harga tidak ada loyalitas merek.
Berikut penjelasan Susanto (2004, p. 127-128) tentang tingkatan loyalitas terhadap merek yaitu :
1. Tingkatan yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap memadai sehingga merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian.
2. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami kepuasan, tipe ini bisa disebut sebagai pembelikebiasaan (habitual buyer).
3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan
(switching cost) serta biaya berupa waktu, uang atau resiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek, kelompok ini bisa disebut pelanggan yang loyal terhadap biaya peralihan.
4. Tingkat keempat adalah mereka yang sungguhsungguh menyukai merek tersebut, preferensinya mungkin dilandasi oleh suatu asosiasi seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang tinggi.
5. Tingkat teratas adalah pelanggan yang setia,
mereka mempunyai kebanggaan menjadi pengguna suatu merek, merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun  sebagai ekspresi diri mereka.
(Susanto, 2004, p.127-128)

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian, Gambaran Populasi dan Sampel
Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kuantitatif karena menggambarkan penilaian konsumen terhadap ekuitas merek coffee shop di Surabaya (Kuncoro, 2003, p. 75). Adapun gambaran populasi dalam penelitian ini adalah:
1. Mengenal dan memiliki pengetahuan tentang coffee shop di Surabaya.
2. Kunjungan minimal 3 kali pada salah satu dari keempat coffee shop yang diteliti (Excelso, Starbucks coffee, DOME dan Coffee Bean and Tea Leaf) untuk mengukur kesan kualitas dan loyalitas merek.
3. Berusia antara 20-40 tahun. Mengingat kebanyakan
yang menjadi konsumen coffee shop adalah kalangan mahasiswa dan eksekutif muda.
Metode pengambilan sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah non probability sampling dan teknik convenience sampling. Dengan 360 responden yang dipilih sebagai sampel. Selain itu, penulis menggunakan teknik quota sampling dengan membagi sampel yang diambil pada masingmasing coffee shop sebanyak 90 responden.

Definisi Operasional Variabel
Variabel Kesadaran Merek (Brand Awareness). Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Hasil pengukuran ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. Brand recall, definisi operasionalnya
 adalah merek yang disebut oleh responden tanpa dibantu dengan daftar merek.
b. Brand recognition, definisi operasionalnya
adalah merek yang disebut oleh responden
setelah dibantu dengan daftar merek yang ada
dalam kuisioner.
c. Top of mind, definisi operasionalnya
adalah merek yang disebut pertama kali oleh responden.
Variabel Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
Dimensi asosiasi merek yaitu:
a. Brand Strength (kekuatan merek), definisi operasionalnya
adalah asosiasi yang berhubungan dengan kekuatan coffee shop yang diteliti.
b. Brand Favorability (kesukaan merek), definisi operasionalnya
 adalah asosiasi yang berhubungan dengan kesukaan terhadap coffee shop yang diteliti yang terbentuk di benak responden.
c. Brand Uniqueness (keunikan merek), definisi
operasionalnya adalah asosiasi yang berhubungan
dengan keunikan merek yang tercipta dari
asosiasi strength dan favorability, yang ada di
benak responden yang membuat sebuah coffee
shop menjadi berbeda dari coffee shop yang
lainnya.
d. Variabel Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
Tingkatan kesan kualitas diukur melalui 2 dimensi yaitu produk dan servis.
Pada dimensi produk, melalui :
a. Performance, definisi operasionalnya
adalah segala sesuatu yang melibatkan berbagai karakteristik operasional produk yang utama.
b. Conformance with specifications (kesesuaian
dengan spesifikasi), definisi operasionalnya
adalah tidak ada produk yang cacat sehingga merupakan penilaian mengenai kualitas proses pembuatan.
c. Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya
adalah konsistensi kinerja produk dari satu pembelian hingga pembelian berikutnya dan persentase waktu yang dimiliki produk untuk berfungsi sebagaimana mestinya.
d. Serviceability (pelayanan), definisi operasionalnya
adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sehubungan dengan produk tersebut.
e. Fit and finish (hasil akhir), definisi operasionalnya
adalah saat munculnya atau dirasakannya kualitas produk.
Sedangkan kesan kualitas pada dimensi jasa / servis, diukur melalui :
a. Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya
adalah kemampuan karyawan untuk menampilkan suatu pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat.
b. Responsiveness (ketanggapan), definisi operasionalnya
adalah kesediaan karyawan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan
yang cepat.
c. Assurance (jaminan), definisi operasionalnya
adalah pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya diri konsumen terhadap pelayanan restoran.
d. Empathy (empati), definisi operasionalnya
adalah perhatian coffee shop dan karyawannya terhadap konsumennya secara individu.
e. Tangibles (bentuk fisik), definisi operasionalnya
adalah tampilan dari fasilitas fisik, peralatan dan personil atau karyawan.

Variabel Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Tingkat keterikatan konsumen dengan suatumerek dicerminkan dengan frekuensi pembelian produk suatu merek yang lebih banyak dibandingkan dengan produk yang sama dengan merek lain. Tingkatan loyalitas merek yaitu:
a. Friend of brand Buyer (pembeli yang menyukai
merek), definisi operasionalnya adalah pembeli yang menganggap suatu coffee shop sebagai teman karena pembeli mempunyai asosiasi, pengalaman, atau perceived quality (kesan kualitas) yang tinggi dan terdapat perasaan emosi yang terkait.
b. Committed Buyer (pembeli komit), definisi
operasionalnya adalah pembeli yang mempunyai kebanggaan menjadi konsumen dari suatu coffee shop.


KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan mengenai kesadaran merek (brand
awareness)
Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the top of mind - Brand Awareness. Dengan demikian, Starbucks merupakan coffee shop utama dari berbagai coffee shop yang diingat pertama kali oleh responden.
2. Kesimpulan mengenai asosiasi merek (brand
associations)
Excelso merupakan coffee shop yang memiliki asosiasi merek yang paling positif.
Hal ini berarti atribut yang diberikan responden kepada suatu merek dinilai sangat baik dan semakin banyak, dampaknya adalah semakin positif dan kuat image yang terbangun pada merek tersebut. Excelso yang merupakan bisnis lokal dapat mempunyai asosiasi merek yang lebih positif dibandingkan dengan Starbucks yang
merupakan bisnis skala internasional.
3. Kesimpulan mengenai kesan kualitas (perceived
quality)
Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the best of Perceived Quality, artinya Starbucks dinilai paling mampu memberikan produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diharapkan konsumennya.
4. Kesimpulan mengenai loyalitas merek (brand
loyalty)
Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the strongest of Brand Loyalty. Hal ini ditunjukkan bahwa mayoritas konsumen Starbucks bersedia untuk datang kembali, merekomendasikan kepada orang lain, mengajak orang lain dan membeli produk Starbucks lebih. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis memberikan beberapa saran khususnya bagi masing-masing coffee shop antara lain:
1. Bagi Excelso
Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa hasil terendah Excelso ada pada variabel kesan kualitas yaitu masalah fasilitas. Maka hal tersebut perlu menjadi perhatian khusus. Dengan penyediaan fasilitas yang memadai, akan meningkatkan kesan kualitas Excelso itu sendiri.
2. Bagi DOME
DOME termasuk coffee shop yang mempunyai outlet hampir disetiap shopping mall, tetapi keberadaannya masih belum mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya Surabaya. Meskipun bisnis ini dimulai bersamaan dengan masuknya Starbucks dan Coffee Bean tetapi DOME tidak dapat menyaingi tingkat ekuitas merek kedua coffee shop tersebut.
3. Bagi Coffee Bean & Tea Leaf
Saran untuk pihak Coffee Bean, penambahan jumlah gerai dirasakan perlu, karena hal itu
sangat berpengaruh bagi masyarakat. Semakin banyak gerai yang ada, akan semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat akan coffee shop tersebut.
4. Bagi Starbucks Coffee
Bagi Starbucks yang sudah mencapai tingkat ekuitas merek terbaik dibandingkan dengan
coffee shop yang lain, hal terpenting adalah mempertahankan dan meningkatkan kinerja
secara keseluruhan. Mengingat jumlah konsumen loyalnya tergolong tinggi, diharapkan Starbucks mampu mempertahankan kedudukannya sebagai coffee shop dengan ekuitas merek yang terbaik.
5. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif yang hanya mengukur ekuitas merek dari sudut pandang konsumen saja. Maka, diharapkan penelitian tentang ekuitas merek selanjutnya dapat mencakup 2 sisi, baik itu konsumen maupun pebisnis/perusahaannya (seperti, dengan mempertimbangkan pendapatan dan manajemen perusahaan). Dengan gabungan metode kualitatif dan kuantitatif diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengukur ekuitas merek lebih akurat.


DAFTAR REFERENSI
Aaker, D. A. (1996). Building strong brands.
New York: The Free Press.______(1991). Managing brand equity. New York:
The Free Press.______(2001). Strategic market management. USA : John Wiley & Sons, INC.
Dalrymple, J. and Parsons, J. (2000). Marketing management (7th edn). USA. John Wiley & Sons. INC.
Ford, K. (2005). Brands laid bare. London: John Wiley & Sons, Ltd.
Frampton, J. (2006). Research economy – Interbrand’s best global brands 2006. New
York. Business Week and Interbrand.
Keller, K. L. (2003). Building, measuring and managing brand equity (2nd edn), New Jersey: Prentice Hall.
Kotler, P. (1997). Marketing management: Analysis, planning, implementation and control (9th edn), New Jersey: Prentice Hall.
Kotler, P. and Armstrong, G. (2006) Principles of marketing (11th edn), New Jersey: Prentice Hall.
Levine, S. K., and Berenson. (2002). Statistics for managers (3rd edn), New Jersey: Prentice Hall.
Malhotra, N.K. (1996). Marketing research: An applied orientation (2nd edn), New Jersey: Prentice Hall
MBA Companion in Marketing. (1999) Mastering
marketing: Prentice Hall.
Panneerselvam. R.(2005). Research methodology.
New Delhi: Prentice Hall.
Soehadi, A. (2005). Effective branding, Bandung:
Quantum.
Suliyanto. (2005). Analisis data dalam aplikasi pemasaran, Bogor: Ghalia Indonesia.
Susanto, A.B and Wijanarko, H. (2004). Power branding, Bandung : Quantum. SWA Majalah edisi Maret. 2005. SWA Majalah edisi April. 2007.
Warren, K. (1995). Global marketing management (5th edn). New Jersey: Prentice Hall.

Senin, 10 Oktober 2011

PERILAKU KONSUMEN (TUGAS 1)

Nurul Amaliah, 10209976, 3EA16

Perilaku konsumen

Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.

  • 2 Wujud konsumen:
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.

>Production concept
Konsumen pada umumnya lebih tertarik dengan produk-produk yang harganya lebih murah. Mutlak diketahui bahwa objek marketing tersebut murah, produksi yang efisien dan distribusi yang intensif.

>Product concept
Konsumen akan menggunakan atau membeli produk yang ditawarkan tersebut memiliki kualitas yang tinggi, performa yang terbaik dan memiliki fitur-fitur yang lengkap.
-Selling concept
Marketer memiliki tujuan utama yaitu menjual produk yang diputuskan secara sepihak untuk diproduksi.
-Marketing concept
Perusahaan mengetahui keinginan konsumen melalui riset yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian memproduksi produk yang diinginkan konsumen. Konsep ini disebut marketing concept.
-Market segmentation
Membagi kelompok pasar yang heterogen ke kelompok pasar yang homogen.
-Market targeting
Memlih satu atau lebih segmen yang mengidentifikasikan perusahaan untuk menentukan.
-Positioning
Mengembangkan pemikiran yang berbeda untuk barang dan jasa yang ada dalampikiran konsumen.
Menyediakan nilai pelanggan didefinisikan sebagai rasio antara keuntungan yang dirasakan sumber-sumber (ekonomi, fungsional dan psikologi) digunakan untuk menghasilkan keuntungan-keuntungan tersebut. Keuntungan yang telah dirasakan berupa relative dan subjektif.
Kepuasan pelanggan adalah persepsi individu dari performa produk atau jasa dalam hubungannya dengan harapan-harapan.
Mempertahankan konsumen adalah bagaimana mempertahankan supaya konsumen tetap loyal dengan satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, hamper dalam semua situasi bisnis, lebih mahal untuk mencari pelanggan baru dibandingkan mempertahankan yang sudah ada.
Etika pasar dan tanggung jawab social
Konsep pemasaran social mewajibkan semua pemasar wapada terhadap prinsip tanggung jawab social dalam memasarkan barang atau jasa mereka, oleh sebab itu pemasar harus mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan dari targt pasar mereka. Praktek etika dan tangung jawab social dalah bisnis yang bagus, tidak hanya meningkatkan penjualan tetapi menghasilkan kesan yang baik.
Model sederhana dari pengambilan keputusan yang dibuat oleh pelanggan, yaitu:
-Input stage mempengaruhi pengakuan konsumen dari sebuah kebutuhan produk dan terdiri dari dua 2 sumber informasi, yaitu usaha pemasaran perusahaan dan pengaruh sosiologi dari luar pelanggan.
-Output stage terdiri dari 2 pendekatan yang erat hubungannya dengan aktivitas pengambilan keputusan yang sudah diambil.

  • Riset Konsumen
Bidang riset konsumen dikembangkan sebagai perluasan bidang riset pemasaran, hampir semata-mata memfokuskan perhatiannya pada perilaku konsumen bukannya pada aspek-aspek lain dalam proses pemasaran. Hasil-hasil riset pasar dan juga hasil riset konsumen digunakan untuk memperbaiki pengambilan keputusan manajerial. Alasan pertama mempelajari perilaku konsumen adalah untuk memungkinkan para pemasar meramalkan bagaimana para konsumen akan bereaksi terhadap berbagai pesan promosi dan untuk memahami cara mereka mengambil keputusan membelinya.

  • Paradigma Riset Konsumen
Para peneliti konsumen periode pertama hanya sedikit memikirkan pengaruh suasana hati, emosi, atau situasi terhadap keputusan konsumen. Mereka percaya bahwa pemasaran hanya merupakan ilmu ekonomi terapan, dan bahwa para konsumen adalah pengambil keputusan yang rasional, yang secara obyektif menilai barang dan jasa yang tersedia bagi mereka dan hanya memilih yang memberikan manfaat tertinggi dengan harga yang terendah.
Para peneliti konsumen sekarang ini menggunakan dua macam metodologi riset yang berbeda untuk mempelajari perilaku konsumen, yaitu :
-Riset Kuantitatif
Bersifat desktiptif dan digunakan oleh para peneliti untuk memahami pengaruh berbagai masukan promosi terhadap konsumen, sehingga memungkinkan para marketer meramalkan perilaku konsumen.
-Riset Kualitatif
Terdiri dari wawancara, kelompok focus, analisis kiasan, riset kolase, dan teknik proyeksi. Teknik-teknik ini terutama digunakan untuk memperoleh gagasan baru untuk kampanye promosi.
Perbandingan antara Positivisme dan Interpretivisme :

  • Tujuan
Positivisme Peramalan tindakan konsumen
Interpretivisme Memahami berbagai praktik konsumsi\

  • Metologi
Positivisme Kuantitatif
Interpretivisme Kualitatif

  • Asumsi
Positivisme
• Rasionalitas
• Sebab dan akibat perilaku dapat dikenali dan dipisahkan
• Penyebab perilaku dapat dikenali
• Peristiwa dapat diukur secara obyektif
• Hasil riset dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih besar
Interpretivisme
• Tidak ada kebenaran tunggal dan obyektif
• Realitas adalah subyektif
• Sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan
• Interaksi peneliti/responden mempengaruhi hasil riset
• Hasil riset sering tidak digeneralisasikan ke populasi yang lebih besar

  • Proses Riset Konsumen
1) Menentukan tujuan riset
2) Mengumpulkan dan mengevaluasi data sekunder
3) Merancang studi riset primer
4) Mengumpulkan data primer
5) Menganalisis data
6) Mempersiapkan laporan hasil riset
  • Model proses Riset Konsumen
Menyusun tujuan Riset
Langkah pertama dalam proses riset konsumen adalah menentukan tujuan studi. Menentukan tujuan studi merupakan hal penting bagi para manajer pemasaran dan jenis dan mutu informasi yang dibutuhkan.

Mengumpulkan data sekunder
Peneliti untuk menentukan maksud dan tujuan studi, serta untuk menjamin agar rancangan riset itu tepat. Pernyataan tujuan yang dipertimbangkan secara teliti membantu menentukan
Pencarian data sekunder biasanya mengiringi pernyataan tujuan. Informasi sekunder adalah setiap data yang dihasilkan oleh organisasi dari luar, data dari dalam perusahaan untuk studi sebelumnya. Hasil riset sekunder terkadang sudah memberikan pengertian yang cukup mengenai masalah yang ada sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan riset primer. Sering data sekunder menjadi petunjuk dan pengaruh bagi rancangan riset primer.

Merancang Riset Pemasaran
 Rancangan studi riset didasarkan pada tujuan studinya. Jika informasi deskriptif dibutuhkan, maka studi kuantitatif yang dilakukan; jika tujuannya adalah memperoleh gagasan baru, maka studi kualitatif yang dilakukan. Karena pendekatan untuk tiap-tiap jenis riset berbeda dari sudut metode pengumpulan data, rancangan sampel, dan macam alat pengumpulan data yang digunakan, tiap-tiap pendekatan riset dibahas secara terpisah sebagai berikut.

Rancangan penelitian Kuantitatif
>
Metode pengumpulan data:
Ada 3 cara untuk mengumpulkan data primer dalam riset kuantitatif :
- Penelitian Observasi
- Eksperimentasi
- Survei
>Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data dikembangkan sebagai bagian dari desain riset untuk mengatur pengumpulan data dan untuk menjamin agar semua responden ditanya dengan pertanyaan yang sama dan dengan urutan yang sama.
Instrumen pengumpulan data meliputi :
- Daftar Pertanyaan
- Daftar Pernyataan Pandangan Pribadi
- Skala Sikap

Rancangan penelitian Kualitatif
Metode Pengumpulan Data
Pilihan teknik pengumpulan data untuk studi kualitatif meliputi :
- Wawancara yang Mendalam
- Kelompok Fokus
- Teknik Proyektif
- Analisis Kiasan

Penentuan Sampel:
>Sampel Probabilitas
• Sampel acak sederhana
• Sampel acak sistematis
• Sampel acak bertingkat
• Sampel kelompok (daerah)

>Sampel Non-Probabilitas
• Sampel yang memudahkan
• Sampel yang ditentukan
• Sampel kuota

Pengumpulan data
Sebagaimana sudah dinyatakan sebelumnya, studi kualitatif biasanya memerlukan para pakar ilmu pengetahuan soaial yang sangat terlatih untuk mengumpulkan data. Studi kuantitatif biasanya memerlukan staf lapangan yang dipekerjakan dan dilatih langsung oleh peneliti atau dikontrak dari perusahaan yang mengkhususkan diri dalam menyelenggarakan wawancara lapangan.

Analisis
Pada riset kualitatif, moderator atau pelaksana tes biasanya menganalisis semua jawaban yang diterima. Pada riset kuantitatif, peneliti mengawasi analisis tersebut. Semua jawaban terbuka pertama-tama diubah menjadi kode dan diukur, kemudian ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan program analisis canggih yang menghubungkan data menurut berbagai variabel yang dipilih dan mengelompokkan data menurut ciri-ciri demografis yang dipilih.

Persiapan laporan
Pada riset kualitatif maupun kuantitatif, laporan riset memuat juga kesimpulan singkat mengenai hasil-hasil riset. Tergantung kepada penugasan dari manajemen pemasaran, laporan riset mungkin perlu atau tidak perlu memasukkan rekomendasi mengenai tindakan pemasaran. Isi laporan memuat uraian lengkap mengenai metodologi yang digunakan, dan, untuk riset kuantitatif, juga memuat berbagai tabel dan grafik untuk mendukung berbagai temuannya.
Ringkasan / rangkuman pelajaran perilaku konsumen disertai banyak arti definisi / pengertian istilah perilaku konsumen (prikon) dasar.

Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen

Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.

Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi, yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.
Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.